Purworejo, SrambiMedia.com – Lapangan Kemiri, Purworejo, Sabtu malam 6 Juli 2025, seolah berubah jadi samudra manusia. Ribuan warga berkumpul menyimak ceramah Gus Miftah, mantan utusan khusus Presiden, lalu larut dalam alunan musik Aftershine. Tepuk tangan membahana, lampu panggung menyala megah, dan sorak-sorai menutup malam yang penuh euforia.
Namun, hanya beberapa jam setelah acara usai, wajah lapangan berubah drastis. Pagi ini, Minggu pukul 09.30, rumput hijau nyaris tak kelihatan, tertutup jejak peradaban yang konon “cinta kebersihan”: plastik, styrofoam, botol air mineral, dan sisa bungkus makanan berserakan tanpa malu.
Pemandangan itu langsung diabadikan akun Instagram lokal @kemiriupdate dengan caption menohok: “Semalam lautan manusia, pagi ini lautan sampah. Manusia (read: warga +62) sudah pulang meninggalkan jejak kebiasaan mulianya: buang sampah seenaknya.”
Beberapa warga yang kebetulan lewat hanya geleng kepala melihat sampah yang menggunung. Kholil, pemuda setempat, menyindir pedas, “Ini konser akbar atau simulasi bencana plastik?”
Di kolom komentar, netizen berlomba menumpahkan kekesalan bercampur humor gelap. “Jejak manusia lebih ngeri daripada jejak dinosaurus,” tulis @retno.su. Ada pula yang menjadikannya bahan status WhatsApp. “Aku notice ini, ku bikin status WA ngeri bgt,” kata @bundyossi.

Konser Gema Merah Putih sedianya menjadi panggung persatuan dan kebanggaan nasional. Ironisnya, semangat itu tak sampai terbawa pulang. Yang tertinggal justru tumpukan sampah, menjadi monumen betapa kebiasaan dasar seperti memungut sampah sendiri masih terasa asing.
Pihak panitia belum memberi keterangan resmi, sementara beberapa relawan tampak memunguti sampah dengan kantong plastik besar. Kerja mereka baru saja dimulai dan diperkirakan akan memakan waktu seharian penuh.
Siti, salah satu penonton semalam, tak bisa menyembunyikan kecewa. “Kalau bisa datang rame-rame, masa pulang bawa sampah sendiri saja susah? Lucu juga, kita sering bangga paling ramah tapi sampahnya juga paling banyak.”
Entah sampai kapan konser atau acara massal di negeri ini harus selalu diakhiri dengan tragedi kecil bernama plastik berserakan. Mungkin, bagi sebagian orang, berswafoto lebih penting daripada meninggalkan lapangan dalam keadaan bersih. Sampah tidak bisa tepuk tangan, tapi diam-diam ia sudah mencatat siapa kita sebenarnya.
Tinggalkan Balasan